Di mana tempatnya buku? di
perpustakaan tentunya. Di rak-rak yang jarang terjamah manusia. Tempat yang
sepertinya hanya dihuni oleh makhluk-makhluk cupu berkacamata. Ketika minat
baca masyarakat Indonesia masih rendah, maka jumlah pengunjung di perpustakaan
pun tetap rendah. Dan buku-buku itu semakin tak terjamah. Umumnya yang datang
ke perpustakaan adalah orang yang sudah minat dan memang ingin membaca. Lalu
bagaimana dengan masyarakat lainnya? Apa mereka akan dibiarkan dalam ketidakcintaan-membacanya?
atau justru seharusnya mereka yang kita ajak untuk mengenal dan membiasakan
cinta membaca.
Berbagai cara sudah dilakukan
untuk menarik minat baca masyarakat. mulai dari membenahi gedung perpustakaan
menjadi ruangan yang nyaman, membuat perpustakaan keliling dengan mobil bahkan
kuda, dan yang lainnya. Menurut saya, sebagus apapun dan senyaman apapun
perpustakaan, namun yang datang adalah yang sudah mengenal buku dan mempunyai
waktu luang untuk pergi kesana. Walaupun mungkin memang terdapat peningkatan
kunjungan, namun itu tidaklah seberapa. Pamor perpustakaan sebagai tempat
refreshing masih kalah saing dengan tempat tongkrongan yang lain. Cara kedua
tampaknya cukup efektif. logikanya, ketika tidak ada juga yang datang melamarmu
maka sudah saatnya kau harus keluar dan mencari cinta sejatimu. Kau tidak harus
selalu tidur di rak buku sampai ada yang membangunkanmu. Inilah saatnya
emansipasi buku. buku yang lebih mendekat dan bergerilya mencari pembacanya.
Buku yang membuat manusia jadi mencintainya.
Mungkin ide yang agak gila adalah
menyediakan buku di tempat-tempat umum seperti di angkringan, cafe, restoran,
terminal, stasiun, bandara, halte, taman kota, alun-alun, kereta api, bus, dan
tempat umum lainyya. Mengapa aku sebut ide ini agak gila? karena di bayangan
saya ketika buku-buku ini tersebar tanpa penjagaan mungkin banyak yang hilang.
Walaupun sebenarnya tak apa jika hilang untuk dibaca. Yang aku khawatirkan
adalah hilang untuk diloakkan dengan harga tak seberapa. wkwkwk.
Tentunya dibutuhkan suatu sistem
yang mengatur bagaimana buku dapat menjamah setiap lapisan masyarakat. Baik
yang sudah cinta buku maupun yang belum. Yang bisa membeli buku maupun yang
belum. Yang punya waktu untuk membaca atau belum. Dan dibutuhkan peran serta
seluruh masyarakat untuk menjalankan program ini. Ketika kita sadar membaca itu
penting untuk membangun suatu peradaban, maka kita akan bahu membahu
menyadarkan diri dan yang lainnya untuk mau membuka hati untuk buku. Terlepas
dari besarnya godaan dan daya tarik
gadget dan sosial media. Buku konvensional masih tetap unggul dalam beberapa
hal dibanding media elektronik. Inilah yang menjadi PR kita bersama.
Lintang Ayu Saputri
Jurusan Ilmu Administrasi Negara Unsoed
Divisi Perbukuan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar