Sastra

Sedekah Siapa Takut

Pagi yang Indah di kota Mojang Priangan. Di sebelah barat lampu merah pertama diantara perumahan yang kumuh, terlihat sebuah rumah tingkat berwarna cokelat tua yang terdiri dari empat kamar. Di samping kanannya ada bangungan dengan delapan kamar yang berjajar. Semua kamar itu disewakan menjadi kosan. Ada 2 kamar yang  kosong. Kamarku ada didalam rumah cokelat itu dan berada paling ujung di sebelah timur laut. Kamar didepanku ditempati oleh teman sekelasku, namanya Yogi. Dia berasal dari desa di ujung utara kota ini.
“Zar, perlu aku bantu ?” tanya Yogi yang berdiri di pintu kamarku.
“Gak perlu Gi, aku masih bisa sendiri kok” Jawabku sambil menggeser lemari ke sebelah kanan dikamarku.
“Oh, yaudah. Kalau ada perlu apa-apa tinggal bilang aku aja. Oke ?” sahut Yogi sambil tersenyum.
“Oke siap. Thanks bro.” Jawabku sambil mengacungkan jempol.
Hari ini adalah hari pertama aku memasuki dunia kosan. Saat ini aku memang sedang sibuk membereskan barang-barang di kamarku. Dan orang-orang disini menyambut baik kehadiranku serta tak sungkan-sungkan membantuku.
Sekolah Perdana
 (Suara adzan berkumandang). Seketika aku langsung bangun dan cepat-cepat menuju kamar mandi. Setelah itu aku bergegas hendak menuju mesjid. Namun, aku terkejut ketika ku lihat waktu di handphone menunjukkan pukul 03.00 WIB.  Apakah waktu shubuh dipercepat ? adzan apa di jam seperti ini ? ataukah sang muadzin yang ngelantur sehingga adzan dikumandangkan terlalu awal ? Ataukah sebuah aliran sesat ?Batinku. Hatiku masih banyak pertanyaan. Sebab di daerah tempat tinggalku tidak ada adzan yang berkumandang pada pukul 3.00 WIB. Dengan kata lain, tidak ada dua kali adzan. Aku simpan pertanyaan itu. Aku manfaatkan kesempatan ini untuk melaksanakan shalat Qiyamul Lail.
Keesokan harinya aku berusaha memberanikan diri untuk tidak malu bertanya kepada penduduk sekitar dan pertanyaanku tak puas disitu, aku tanyakan semua hal tentang tempat baruku ini hingga akhirnya aku mulai mengerti tentang segala hal yang terjadi di daerah tempat tinggal baruku. 
Berawal dari Tugas
(Alarm berbunyi). Saatnya aku berangkat ke sekolah. Jarak dari tempatku ke sekolah SMAN 1 Subang hanya 200 m. Hari itu adalah pelajaran Olahraga. Satu-satunya pelajaran yang paling ditakuti oleh siswa kelas X. Bukan pelajarannya yang menakutkan, melainkan gurunya. Wawan adalah sebuah nama yang paling ditakuti diantara nama-nama lainnya. Tegas, disiplin, cekatan, dan jujur adalah karakter yang harus dimiliki siswa ketika masuk pelajaran ini. Jika satu sifat itu hilang, bersiaplah berhadapan dengan lapangan sekolah. (Lari 10 keliling ! Gak boleh jalan).
Kali ini aku mendapatkan tugas kelompok untuk survei mengenai jadwal olahraga dan mereview salah aktivitas olahraga yang berada di GOR Gotong Royong.
“Dick, mau berangkat kapan ?”
Dicky adalah salah satu teman sekelasku. Dia memiliki wajah khas cina dengan mata yang sipit. Teman-teman sering menyebutnya dengan nama Ahong.
“Nanti siang Zar, Ba’da zuhur aja.”
“Oke. Pokoknya tugas ini harus segera selesai. Deadlinenya senin depan harus sudah selesai, kan ?”
“Iya, Zar. Kita selesaikan secepatnya.”
“Aku tunggu nanti di Mesjid Ash-Shalihin ya..”
“Oke.”
Hari itu kami menyelesaikan kegiatan masing-masing dan selepas shalat zuhur, aku menunggu Dicky di mesjid Ash-shalihin. (Mesjid ini adalah tempat yang bersejarah dalam hidupku. Tempat dimana aku mengenal dunia mentoring dan mengenal islam lebih dalam. Namun beberapa waktu kemudian, tempat ini berubah menjadi pusat berbagai macam kegiatan Rohani Islam SMA mulai dari liqo, tahsin, kultum, kuliah dhuha, mabit, bedah buku, pesantren ramadhan, training motivasi, dan tilawah qur’an bersama. Pada saat itu aku diberikan amanat menjadi Ketua Rohis angkatan 2012. Dan alhamdulillah, dari sekian banyak program-program yang dibuat telah menjadi pelopor generasi muda untuk berkarya. Pada saat itu, anak-anak rohis sudah mulai banyak berprestasi di segala bidang). Kulihat dicky sudah datang di depan mesjid. Aku menghampirinya dan langsung berangkat menuju GOR.
Seperti pada umumnya, pedangang kaki lima hingga warung banyak tersebar di sekelilinnya. Saat itu aku bertemu dengan beberapa teman sekelasku yang juga hendak mengerjakan tugas tersebut. Alhadulillah, saat itu hadir pengurus umum GOR dan sedang ada jadwal latihan olahraga voli. Aku dan dicky langsung masuk ke dalam untuk survei, lalu mencatat aktivitas olahraga voli secara detail. Selepas itu, kita langsung menemui pengurus umum untuk meminta tanda tangan sebagai bukti bahwa kita benar-benar datang ke GOR untuk melaksanakan survei.
Tak terasa waktu berlalu begitu cepat, Adzan Asar pun berkumandang dari segala penjuru. Tiba saatnya aku dan dicky kembali pulang.
“Dick, mau langsung pulang atau shalat dulu di Mesjid Agung ?”
“Terserah ente aja, Zar”
“Ya udah, mending kita nyimpang ke mesjid agung dulu untuk shalat asar biar hati kita menjadi tenang dan perjalanan lancar serta nyaman.”
“Oke deh pak ustadz !! ”
“Aamiin..”. Aku balas dengan sedikit tertawa.
Saat itu kita langsung menuju mesjid agung yang terletak di pusat kota. Di sebelah timur mesjid itu terdapat hamparan luas alun-alun kota. Di sebelah barat terdapat pusat perbelanjaan di kota. Di pinggir utara terdapat rumah sakit terbesar di kota. Dan di pinggir selatan terdapat perpustakaan terbesar di kota.
Motor hitam bercorak merah dengan jok bermotif samurai kesukaannya itu diparkir di sebelah selatan mesjid. Tanpa basa-basi, kita langsung mengambil air wudhu dan bergegas ke mesjid untuk melaksanakan shalat.
Finding the Light
Selepas shalat, kita memutuskan untuk bersantai-santai terlebih dahulu sambil menikmati batagor hangat ditambah segelas es teh manis yang kita beli di warung sebelah selatan mesjid. Sore itu mataku berkeliaran ke segala arah, menyelinap di antara lubang tembok mesjid, memindai semua objek yang ada di depan.
Perlahan-lahan mataku terfokus pada sebuah pemandangan yang tak wajar, takkan bisa dilihat terlalu lama oleh nurani mata, tak bisa di tahan terlalu dalam oleh hati.
“Pemandangan seorang lelaki tua berkulit coklat agak hitam karena telah berjam-jam tersinari teriknya mentari di trotoar jalan. Sebuah mangkuk plastik telah tersedia dihadapannya. Lelaki itu mengenakan kaos merah tua yang sudah usang dengan robekan yang terlihat diberbagai titik baju dan celananya. Terkadang angin yang berhembus dari kendaraan di pinggir jalan membuat matanya perih karena debu yang meniup wajahnya. Ia pasrah dengan menggelengkan kepalanya berharap matanya bisa melihat kembali. Ia tak mempunyai sesuatu untuk mengusap kedua matanya. Karena ia kurang sempurna. Aku tak tega menyebutnya ‘cacat’ karena semua ciptaan Allah SWT pasti memiliki keistimewaan tersendiri. Ia tak memiliki sepasang lengan dan kaki. Ia berdiri sekuat tenaga di trotoar dengan kedua pangkal kakinya dan berharap ada yang merasa iba padanya.”
Ternyata tak hanya aku yang melihatnya, melainkan temanku juga. Hatiku tiba-tiba tergerak. Ada yang ingin disampaikan, tapi hanya tangan yang mengerti maksud hati itu.
“Dick...” sapaku
“Awpa zhwar ?” balasnya sambil mengunyah batagor di mulutnya.
“Yaelah.. udah habisin dulu aja tuh makanan di mulut ente”
Perintahku segera dilakukannya.
“Dick, aku tahu apa yang kamu lihat sejak tadi. Aku pun melihatnya. Gimana kalau kita ambil inisiatif ?”
“Oke. apa itu ?”
“Selepas ini kita beli makanan, lalu kita hampiri orang itu dan kita beri makanan serta uang seikhlasnya berapapun itu. Setuju ?”
“Oke. Setuju. benar-benar sudah gatal tangan ini melihatnya.. ”
Sore itu selepas makan, Aku dan Dicky melancarkan aksi. Kita hampiri lelaki tua itu dan dengan segera kita memberi makanan serta uang yang tak seberapa itu kedalam saku bajunya. Ada sebuah rasa yang tak terhingga ketika memberikan sesuatu hal kepada orang lain walaupun itu kecil dimata kita tetapi belum tentu dimata orang lain. Dengan cepat kita langsung pergi dan kembali ke kosan masing-masing.
Gift from God
(Ayam berkokok). Sejuknya udara sabtu pagi. Mentari mulai menampakkan pesona kuning benderang. Aura hangatnya menyebar hingga ujung bumi. Kini aku merasa  sangat tenang. Pertama, aku telah menyelesaikan tugas surveiku yang ‘menyeramkan’ itu. Kedua, aku menjadi bersemangat untuk terus berbagi. Sebelum aku berangkat ke sekolah, tiba-tiba handphone jadul Nokia 3200 milikku berdering. Ternyata itu sms dari ayahku.
“De, nanti siang jadi pulang ke purwadadi gak ?”
“Jadi pak..”
“Jangan naik angkot ya. Biar bapak aja yang jemput ke sana. Ayah mau sekalian ke Subang. Mau mengantarkan adikmu ke dokter”
Muhun pak”
Setelah itu aku berangkat ke sekolah. Setibanya di kelas, pemandangan yang sering terjadi diantara kaum remaja yaitu bermain hape. Ku lihat satu per satu, mereka asyik dengan dunia mereka masing-masing. Tak kulihat satupun dari mereka yang memiliki model hape seperti aku. Semuanya bagus dan berfitur lengkap. Hanya Hpku satu-satunya yang gak ada fitur layar sentuh, camera, bluetooth, mp3, games, dan internet. Tapi aku tak pernah merasa malu ataupun iri terhadap mereka. Aku hanya bersyukur atas apa yang ku miliki. Dan aku yakin suatu saat aku akan mendapatkan Hp yang lebih bagus. Aku yakin itu. Karena rezeki tidak akan kemana.
Pelajaran sudah berakhir. Tiba saatnya pulang. Aku bergegas menuju kosanku untuk mempersiapkan barang-barang untuk pulang ke rumahku di Purwadadi. Tak lama kemudian terdengar suara klakson motor dari belakang kosan di sebelah lapang basket. Nampaknya motor doyok ayahku sudah bersiap menyambutku. Aku beranjak dari kosan dan pergi menuju ayah.
“Gimana sekolahnya ? lancar ? Tadi ulangan dapat nilai berapa ?”
Pertanyaan yang selalu diucapkan oleh ayahku ku dengar di telingaku selama dua tahun terakhir. Dan pada saat itu aku mendapatkan nilai ‘cum laude’ untuk pelajaran TIK dan Agama di kelas.
“Alhamdulillah.. hasil ujian TIK dan Agama dapat nilai 95”
“Syukurlah.. Tingkatkan lagi belajarmu ya..”
“Baik pak.”
“Oh iya, sekarang kamu ikut bapak. bapak akan ajak kamu ke suatu tempat.”
“Kemana sih pak ?”
“Udah, kamu ikut aja.”
Aku hanya bisa diam mengikuti apa yang ayahku katakan. Motor doyok itu mulai di nyalakan kembali. Dan segera melesat ke tempat yang dituju ayahku.
(Ciiitt.. Ciiit...) Suara rem motor doyok ayahku yang suaranya bisa terdengar sejauh 50 meter. Motor itu berhenti di sebuah toko besar mewah yang berjajar ribuah Hp dengan sangat rapi. Ngapain ayahku ngajak ke tempat ini, batinku.
“Pak, kok kita berhenti disini ?”
“Udah jangan banyak tanya. Sekarang kamu masuk kesana, kamu pilih yang kamu suka.”
Aku tertegun sejenak. Aku merasa heran. Aku tahu bahwa kehidupan ekonomi keluargaku sangatlah minim. Tapi aku masih tak percaya dengan yang ayahku katakan.
“Emangnya bapak punya uang ?”
“Alhamdulillah sekarang bapak sudah di angkat menjadi manager di perusahaan. Ini semua rezeki yang Allah dititipkan kepada keluarga kita. Kita harus banyak bersyukur. Dan sekarang ayah mau ngasih hadiah buat kamu. Selama ini kamu gak pernah minta apa-apa sama orang tua. Tapi kamu jangan lupa bersedekah ya.. karena sedekah itu luar biasa.”
“Oke pak. Tapi ini beneran ?”
“Kamu jadi cowok bawel banget. Udah masuk aja. Kamu mau kan hape baru ?”
“Iya pak mau.”
                 Tanpa bertanya lagi aku langsung masuk kesana dan memilih yang paling aku suka. Tak terasa air mata berlinang. Tiba-tiba aku teringat dengan kejadian di depan trotoar mesjid saat aku dan temanku dicky hendak pulang.Inikah balasan dari Allah? Inikah keajaiban sedekah itu?Batinku.
“Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, Karena Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik”. (QS. Al-Baqarah : 195)
Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang dia kehendaki. dan Allah Maha luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui. (QS. Al-Baqarah : 261)
Dan aku sangat ingat kalimat hati yang aku lantunkan di kelasku pada waktu itu. Hanya aku yang memiliki hape jadul di kelas itu, tapi aku selalu bersyukur, sabar, dan aku “yakin” diiringi “do’a” bahwa rezeki dari Allah tidak akan tertukar. “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang aku, Maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (QS. Al-Baqarah : 186)
Dan kini rasa “yakin” dan ‘doa’ itu terwujudkan !! Begitu cepatnya keyakinan dan impian itu terwujud. Badanku lemas, kepalaku langsung tersungkur ke bawah mengukir sujud syukur kepada Sang Mahakuasa dan Maha Mendengar setiap rintihan dan keinginan hati. Aku ingat salah satu kalimat dari buku 5cm, “Yang bisa dilakukan seorang makhluk bernama manusia terhadap mimpi-mimpi dan keyakinannya adalah mereka hanya tinggal mempercayainya..” Dan saat itu aku mulai paham, ketika kita percaya dan yakin impian kita akan terwujud. Maka dengan cepat hal itu akan TERWUJUDKAN !!! Terima kasih ya Rabb..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar